Satu
Hari-hari
selanjutnya harus dilalui Ify dengan begitu berat. Seseorang yang masih melekat
dengan erat dihatinya masih belum bisa dilepaskan walaupun orang itu telah
pergi, tanpa ia ketahui dimana orang itu berada. Seperti ditelan bumi. Ify
ingin marah, tetapi kepada siapa?
Sebulan
ini telah dilalui Ify dengan tangis dan airmata. Kekasihnya seperti ditelan
bumi. Tidak ada kabar sedikitpun dari teman teman dekatnya, dan juga dari
sekolah lamanya. Keluarga satu-satunya hanyalah kak Angel yang juga menghilang
entah kemana. Setiap hari Ify hanya menunggu kekasihnya, Alvin, memberi kabar.
Tapi tak kunjung ia dapat. Mungkinkah Alvin tak peduli lagi dengannya sehingga
ia pergi tanpa pamit? Beribu-ribu kemungkinan lewat di otaknya, dan setiap
kemungkinan pasti di awali dengan kata “mungkinkah?”.
Hari
pertama Ify mengenakan seragam putih abu-abu. Sama seperti sebulan ini, Ify
masih berjalan dengan lesu tanpa semangat, tidak seperti murid lainnya yang
berdebar memasuki sekolah baru, memulai lembaran baru di putih abu-abu, yang
kata orang adalah masa-masa sekolah paling indah.
Murid-murid
kelas Sepuluh memenuhi jendela didekat pintu masuk masing masing kelas. Melihat
apakah ada nama mereka tercantum dikertas yang ditempelkan pihak sekolah di
jendela dekat pintu masuk. Ify menyusuri beberapa kelas dengan ogah ogahan.
Segeromolan murid anak kelas Sepuluh sedang berjalan sambil tertawa dengan
lolipop ditangan dan menabraknya. Oh, genk? Ia menggelengkan kepala ketika anak-anak
perempuan centil itu melewatinya. Tak ada waktu untuk membalas kelakuan mereka
sekarang.
“Ify!!”
Ify
menoleh, ada seseorang yang tersenyum lebar kearahnya sambil melambaikan
tangan. Agni, teman sekelasnya di SMP. Ify berjalan kearah Agni.
“Udah
lama gue gak liat lo. Kemana aja fy? Anak kelas kita ngumpul kenapa lo gak
ikutan? Kangen tauuuu” cerocos gadis manis berlesung pipit itu sambil memeluk
Ify erat. Ify hanya menyeringai.
“Eh
iya kita sekelas lagi!” Agni tersenyum lebar memamerkan sederetan gigi putih
dan lesung pipit yang menghiasi wajahnya.
Ia
melemparkan pandangan ke kertas dijendela itu. X-MIPA 7, Ify Alyssa. Ada
namanya. Gadis itu melihat murid-murid centil yang menabraknya tadi masuk ke 2
kelas sebelum kelasnya. Huft, untung tidak sekelas dengan anak-anak itu.
Ify
bersama Agni masuk ke kelas mereka menuju sebuah bangku kosong didepan Agni.
Ify melirik ke arah tas Agni, disampingnya telah tergeletak sebuah tas, yang
memastikan bahwa Ify tidak bisa lagi duduk bersama Agni. Gadis berdagu tirus
ini pun meletakkan tasnya dibangku depan meja Agni. Lalu keluar bersama,
keliling sekolah tanpa tujuan.
Tak ada
pembelajaran hari ini. Hanya ada wali kelas baru yang masuk dan perkenalan
diri, pembagian struktur kelas, pembagian roster piket, dan wali kelas
memberikan roster pelajaran. Waktu istirahat telah tiba sejak 10 menit yang
lalu sebelum wali kelas Ify keluar. Teman sebangkunya adalah Cakka, yang ngotot
ingin sebangku dengannya ketika melihat gadis tirus ini pertama kalinya.
Terpesona? Bisa jadi.
Ify masih
bersama Agni dan berjalan menuju kantin. Galau berkepanjangan tidak membuat
selera makan Ify berkurang. Galau tidak galau, ia masih sanggup menghabiskan
beberapa porsi makanan dengan lahap. Gadis ini berjalan menuju ibu kantin dan memesan seporsi mie kuah. Ia
menunggu sampai mie kuah itu siap dihidangkan dan membawanya ke meja tempat
Agni duduk. Sedang berjalan, ada sebuah siku yang menyenggolnya sehingga miekuah
panas itu jatuh kearah seorang.... seorang Mario Stevano! Laki-laki yang paling
populer disekolah ini. Semua mata tertuju padanya.
Ify
melanjutkan jalannya tanpa menoleh lagi kebelakang atau ke arah Rio. Ia menarik
pergelangan tangan Agni dan langsung beranjak dari kantin.
“WOY!!”
suara laki-laki itu terdengar mengerikan. Ify berusaha memasang wajah sedatar
mungkin meninggalkan tempat itu. Dalam hati sih, takut juga.
***
“Fy,
kenapa lo gak minta maaf?!” Ujar Agni memasang wajah takut. Ia tau bahwa Rio
adalah sosok yang paling populer disekolah ini dan terlihat mengerikan saat
benar-benar marah.
“Agniiii,
lo tau kan gue gak bisa ngapa-ngapain lagi selain pergi dari situ. Daripada
guenya yang dibentak-bentak sama orang sok ganteng itu.” Jawab Ify ogah ogahan.
“Ya tapi
kan lo bisa minta maaf dulu baru pergi, kalau gini kan sama aja dia pasti makin
marah.”
“Kalau gue
masih disitu pasti langsung dibentak-bentak di depan umum, malu Ag”
“Tapi
kan.....”
“Udah lo
gak usah takut sama orang sok ganteng itu.” Jawab Ify sambil memamerkan giginya
yang dilapisi behel berwarna-warni.
“Coba
ulang sekali lagi” Terdengar suara agak berat, suara laki-laki dari belakang
Ify. Sebelum Ify membalikkan badan, ia menyahut. “Lo gak usah takut sama orang
sok ganteng itu.”
Ify
membalikkan tubuhnya kearah suara yang datang itu. Matanya membulat. Agni yang
dibelakangnya menepuk jidad dan sedikit meringis.
“Agni.....”
Ify mundur dan meraih pergelangan tangan Agni. “Kabur!”
***
Hari yang
cukup melelahkan. Setelah hampir beberapa jam Ify dan Agni bersembunyi, kabur
dari hantaman seorang Mario. Apa bagusnya cowok itu? Sok ganteng, tempramen
lagi. Bagaimana bisa ia dijuluki sebagai orang yang paling tampan dan juga
paling populer disekolahnya? Ify tidak setuju.
Ify
mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar yang bernuansa hijau daun.
Bayangan tentang seseorang yang masih memenuhi hatinya hingga kini masih terbayang. Tingkah lakunya, senyum dibibirnya, cara dia
memperlakukan Ify dengan lembut, dengan penuh kasih, masih terekam jelas
diotaknya.
Lamunan
Ify melayang disaat mereka berdua sedang terjebak dalam hujan waktu itu, Alvin
yang menggendong Ify karna Ify tak sanggup lagi berjalan. Tak ada satupun taxi
yang lewat saat itu. Dengan tubuh bergetar Alvin menggendong Ify menyusuri
jalanan beberapa ratus meter kerumahnya. Lamunan Ify juga mengulang saat Alvin
merayakan hari ulang tahunnya ke-15, memberikan surprise bersama teman teman
Ify dan teman teman Alvin yang membuat Ify menangis. Lamunannya jauh ke dalam
masa masa itu.
Akankah
semua itu terjadi lagi? Masa masa itu takkan pernah terulang lagi karna didepan
matanya sudah ada masa yang belum diketahui indah atau tidak. Tidak ada lagi
Alvin disini yang menemaninya, yang memberikan perhatian tulus kepadanya. Tidak
ada lagi. Andai Alvin kembali...
Hujan
turun dengan deras. Langit berubah menjadi kelam. Terdengar suara rintik hujan
dari luar. Ify mengintip jendela kamarnya yang berada dilantai dua. Ia
mengeryitkan kening. Seperti mengenali wajah seseorang yang baru saja ia lihat
di sebuah tempat berteduh didepan rumahnya. Seorang laki-laki masih berseragam
sekolah. Ya, ia mengenalinya. Seragam sekolah yang laki-laki itu pakai adalah
seragam sekolahnya.
Ify
membuka tirai lebih lebar. Tidak salah lagi. Dia adalah Mario Stevano. Sedang
apa dia lewat jalan ini? Bukankah ini komplek yang hanya bisa keluar masuk
lewat satu jalan? Hujan bertambah deras. Ify masih memerhatikan Rio dari
jendela kamarnya. Laki-laki itu terlihat kedinginan sekali. Tapi jika ia
menghampiri kakak kelasnya itu, pasti dia akan dimaki.
Tapi
Ify adalah orang yang tidak tegaan. Ia menutup tirai jendelanya dan keluar
kamar berlari kecil menuruni anak tangga. Tidak lupa mengambil sebuah payung
berwarna hijau didalam guci samping tangga, jaket hitam kak Cakka, dan mantel
hijau tua. Dengan jalan yang cukup cepat, Ify keluar rumahnya dan berjalan
kearah tempat yang menjadi tempah berteduh Rio sekarang. Tidak apa-apa,
pikirnya. Hitung-hitung permintaan maaf tadi disekolah.
Ify
memperlambat jalannya, Rio masih menatap kebawah.
“Kak..”
Ify memanggil Rio pelan ketika sudah disampingnya. Rio masih menunduk, suara
Ify begitu kecil dan dikalahkan oleh suara hujan yang cukup deras. Setelah
menghela nafas beberapa saat, Ify mulai mengeluarkan suaranya lagi, sedikit
takut.
“Kak
Rio..” Kali ini suaranya lebih keras dari sebelumnya. Berhasil. Rio mengangkat
kepalanya kearah Ify yang sedang memegang payung. Ia menyatukan kedua alisnya,
seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. Ify memejamkan matanya, takut.
“Oh..
elo.” Jawab Rio singkat. Ia menatap heran ke arah Ify yang masih menutup kedua
matanya, tidak ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Kenapa
merem?” Rio memiringkan kepalanya menatap wajah adik kelasnya itu. Ify membuka
mata ragu-ragu. “Lo takut sama gue?” Ify mengangguk. “Terus ngapain lo disini?”
Tanya Rio lagi menegapkan badannya.
Ify
memegang leher belakangnya, suatu kebiasaan gadis ini jika sedang bingung atau
salah tingkah. “Kakak gak marahin aku karna tadi numpahin mie ke...kakak?”
Tanya Ify takut takut. Ia tak habis pikir mengapa respon Rio ketika melihatnya
santai-santai saja.
“Lo
mau gue marahin lo?”
“Ish,
sok cool.” Ucap Ify dengan volume suara yang sangat kecil, tak sadar Ify
menutup mulutnya. Laki-laki dihadapannya kini menaikkan sebelah alisnya. Ify
menggeleng kuat, lalu memamerkan sederatan gigi yang terlapisi behel
berwarna-warni.
Rio
melirik ke arah benda yang dipegang Ify. Sebelah kanan memegang payung, sebelah
kiri memegang jaket dan mantel. Sadar, Ify menutup payungnya yang memang sedari
tadi sudah bisa ditutup karna sekarang dia berdiri ditempat yang terlindungi
dari hujan. Ify menjulurkan jaket dan mantel yang dipegangnya tadi.
“Hitung-hitung sebagai permintaan maaf untuk yang tadi.”
Rio
menatap uluran tangan Ify kearahnya, ia tidak mengambil, justru memasukkan
kedua tangannya kedalam saku celana seragam sekolah. “Gue gak kenal siapa lo.
Bahkan nama lo aja gue gak tau. Siapa tau lo mau guna-gunain gue dengan jaket
ini.”
Ify
membulatkan kedua matanya. Langsung menarik uluran tangannya yang tadinya ke
arah Rio. “Heh kak. Aku baik baik mau bantuin kakak. Juga sekalian mau minta
maaf. Tapi malah dibilang mau kasih guna-guna. Lebih baik tadi aku tidur aja
dirumah.” Ify menghentakkan kakinya kesal lalu bergegas membuka payung hijaunya
dan langsung menyebrang jalan, tanpa pamit.
Ketika
sampai ditengah jalan menyebrang, dari belakang ada yang memegang pergelangan
tangan Ify yang sedang memegang payung. Tanpa melepaskan pegangannya, ia meraih
jaket dan mantel ditangan kiri Ify, sekarang Rio sudah berdiri dihadapan gadis
manis berdagu tirus ini.
“Makasih.”
Ujar Rio sambil tersenyum. “Tadi cuma bercanda.”
DEG.
Ify sedikit menengadahkan kepalanya keatas, untuk melihat Rio yang lebih tinggi
darinya. Tanpa sengaja mata mereka bertemu. Apa ini? Ify ingin memalingkan
wajahnya kearah lain, tapi seakan ada sesuatu yang mengunci matanya, atau mata
milik Rio telah menenggelamkannya hingga tidak bisa lagi bangkit ke permukaan?
Jauh.. didalam..kedalam....
Petir
membuat tatapan mereka terpisahkan. Ify memegang leher belakangnya pelan sambil
menunduk. Ada rona merah diwajahnya ketika sadar siapa yang barusan ia tatap.
Rio seakan tersadar dari mimpi. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Sadar,
tangannya masih memegang tangan Ify yang menggenggam payung. Dengan malu Ify
menurunkan tangannya sehingga Rio yang memegang payung itu.
“Ehm.
Biar gue anterin, rumah lo dimana?” Tanya Rio kaku. Ify menunjuk rumahnya yang
memang berada tepat didepan tempat perteduhan Rio. Rio dan Ify berjalan dibawah
payung kearah rumah Ify.
“Ngg...
gak mau masuk dulu kak?”
Rio
menggeleng. “Gapapa, kan udah ada ini.” Jawabnya sambil mengangkat mantel yang
diambilnya dari Ify tadi. Ify mengangguk.
“Gue
pulang sekarang ya?”
Ify
sedikit bingung, lalu mengangguk. Rio berjalan menyebrangi jalan menuju tempat
perteduhannya, mengambil motor yang sedang dimandikan hujan. Lelaki itu segera
menstrarter motornya dan kembali menuju kearah Ify yang masih berdiri dipintu
pagar rumahnya.
“Gue
Rio.” Ujar Rio sembari mengulurkan tangannya. Ify bengong sesaat, lalu membalas
menjulurkan tangannya ke arah Rio. “Ify.”
“Oke.
Bye, Ify.” Rio mengacak rambut Ify sedikit dan tersenyum lagi. Disusul dengan
suara motornya yang melaju meninggalkan rumah gadis ini.
Desiran
darahnya seperti bertambah kecepatannya. Jantungnya terasa lebih kencang
berdetak. Rona merah dipipinya semakin memanas, ada apa ini? Mengapa ia tidak
bisa memalingkan pandangannya ketika mereka saling tatap? Mengapa juga dia
tersenyum-senyum sendiri ketika mengingat Rio mengacak rambutnya barusan?
Apakah seperti ini rasanya ketika bersama Alvin? Apakah mungkin dia yang akan
menggantikan Alvin nanti?
Ah, apa
yang kamu pikirkan, Ify. Dia adalah seorang Mario Stevano. Mario Stevano yang
mempunyai beribu fans disekolah. Seorang laki-laki yang paling dikagumi
disekolah. Yang paling di incar oleh semua wanita. Bukankah kamu tidak setuju
tentang pendapat orang-orang tentang dirinya? Lalu mengapa kamu seperti ini
sekarang? Berhenti tersenyum karnanya, Ify. Jangan terjebak.
To be continue..................
Kritik dan saran ditunggu di komentar dibawah ini, thanks for reading!
Salam manis, Syadza.